PART 1 - Antara Akidah, Akhlak dan Peran Orang Tua

By Nurul Fajriyah - Maret 17, 2020

menjelang pagi, di Mulyasari, Agustus 2019. Foto by Nasya Amarani
Dalam hidup, mendamba anak yang shalih dan shaliha adalah do'a yang dipinta semua orang tua. Atau mendidik adik-adik supaya berakhlak baik adalah kewajiban bagi seorang kakak. Begitu pula kita, bagaimanapun rupa latar belakangnya, dan kepada siapapun, pada dasarnya setiap manusia memiliki peran untuk mendidik.

Ada dua hal yang penting, untuk dihidupkan dalam jiwa seorang, khususnya anak, yang berguna dalam sepanjang langkahnya. Diantaranya akidah dan akhlak.

Dikutip pada podcast Hannah Indonesia, oleh Ustadz Adriano Rusfi, beliau mengatakan bahwasannya jika diibaratkan pada suatu pohon, akidah bagaikan akar. Kemudian jika diibaratkan sebagai bangunan, akidah merupakan pondasi. Sangat penting perannya, namun karena tidak terlihat, seringkali banyak orang acuh, meremehkan keberadaannya, dan menunda untuk mempelajarinya.

Jika diurutkan, ternyata pendidikan mengenai akidah ialah yang utama. Sementara akhlak, jika diibaratkan dalam suatu bangunan, ia bagaikan hiasan yang membuat rumah menjadi nyaman untuk dipandang, tentram untuk dihuni, dan pantas untuk dikatakan sebagai rumah.

Jika kita melihat akidah dan akhlak dalam suatu keluarga, Ustadz Adriano mengatakan ayah memiliki naluri untuk mendidik anak mengenai akidah, sedangkan ibu lebih memiliki fitrah dalam mendidik akhlak.

Peran ayah dalam menanamkan akidah pada diri seorang anak, sudah dicontohkan pada tugasnya untuk mengadzani dan mengiqomahkan putra putrinya saat lahir di dunia. Hal itu jadi salah satu bukti, pentingnya peran ayah untuk mengajarkan akidah pada anak sebelum ibu menumbuhkan akhlak yang baik.

Dengan tertanamnya akidah pada diri anak sejak dini, anak akan semakin rela untuk mencintai Allah sebagai tuhannya,  mencintai Alquran kemudian ikhlas untuk mempelajarinya, dan tentu, ia akan rida mengimani Islam sebagai agamanya.

Ustadz Adriano mengatakan, sebenarnya beribadah itu memang suatu beban, sehingga waktu haid pada perempuan disebut sebagai mendapatkan keringanan. Pada dasarnya tidak ada satu orang pun yang mau menjalani suatu beban, dalam hal ini ibadah, kecuali karena adanya iman.

Bisa saja kita sebut sholat merupakan suatu beban yang wajib kita pikul dan kita laksanakan disetiap harinya. Namun, dengan adanya iman dalam hati dan diri, yang kita temui hanyalah ikhlas dan kebahagiaan saat menjalaninya.

Seperti seorang yang sedang jatuh cinta, mereka pasti akan menuruti apa yang kekasih minta. Begitu pula dengan ibadah, meski diibaratkan sebagai beban, kita akan dengan senang hati untuk selalu mematuhi perintah-Nya. "Saya tidak cinta sholat, saya mencintai Allah yang meminta saya untuk sholat," kata Ustadz Adriano.

Sehingga, dengan ada dan terpatrinya akidah dalam hati dan diri seorang anak, anak akan ikhlas melaksanakan ibadah karena kecintaannya pada Tuhannya.

Iman Berbeda Dengan Ibadah

Ustadz Adriano mengatakan, bahwa pada dasarnya iman itu berbeda dengan ibadah. Saat orang tua mengajari anak untuk sholat, membaca Alquran, puasa, serta berbuat baik, orang tua sedang mengajari ibadah dan akhlak.

Sedangkan iman adalah hal yang diyakini dalam hati, diekspresikan secara lisan, dan diimplementasikan dalam perbuatan.

Sedangkan niat itulah iman, karena semua yang didasari pada niat, dalam hal ini ibadah dan kebaikan, membuat kita melakukan sesuatu dengan rela, kesadaran, cinta, keyakinan dan akidah.

Sehingga mengajarkan sholat itu bukan mengajarkan iman, melainkan itu semua wujud ekspresi dan implementasi dalam perbuatan. "Misalnya, ada burung beo hafal al-fatihah, tapi beo itu tidak beriman."

Sehingga saat kita hanya beribadah, tanpa melibatkan akidah (dalam hal ini juga niat dan iman) tanpa kita sadari, kita baru mempelajari rukun Islam, belum rukun iman. "Jangan sampai kita lahirkan muslim, tapi kita tidak lahirkan mukmin. Jangan sampai akan lahir banyak anak-anak yang rajin beribadah, tapi sedikit berpahala, karena ibadah apapun tanpa niat dan iman tidak bernilai," ujar Ustadz Adriano.

Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ

"Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju." [HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907].


===
Penulis : Nurul Fajriyah
Sumber : https://open.spotify.com/episode/07YzTuCGn6PUogemFVUt1r?si=f_GGRorXQ0qvs_lBAUuXTA

  • Share:

You Might Also Like

2 coment�rios

  1. Blognya bagus nih kak, ada yang kurang dibagian templatenya. Semoga bisa diperbaiki🙏

    BalasHapus
    Balasan
    1. permisi, terima kasih sudah berkunjung, sekiranya berkenan bagi ka suhu untuk membantu saya menghiasi template dalam blog ini, ehehe

      Hapus