KH Nasaruddin Umar: Pahami Makna Persatuan dalam Bingkai Ukhuwah Islamiyah

By Nurul Fajriyah - April 28, 2021

Freepik/8photo

Indonesia merupakan negara yang menganut ideologi pancasila. Ideologi tersebut dibuat dengan landasan nilai-nilai luhur yang harus diterapkan masyarakat guna mencapai tujuan yang diharapkan. Misalnya saja mengenai persatuan bangsa. Sebagai masyarakat Indonesia, kita pasti akrab dengan bunyi sila ketiga, yaitu persatuan Indonesia. 

Persatuan Indonesia merupakan sila yang ditujukan untuk mengantarkan kita pada situasi teduh, tenteram, dan nyaman dalam bernegara. Imam Besar Masjid Istiqlal sekaligus Ketua Harian Badan Pengelola Masjid Istiqlal (BPMI), Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA, juga menyimpulkan bahwa tanpa persatuan dan kesatuan, Indonesia tidak mungkin mencapai keluhuran.

Bersyukurnya kita, lahir dan tumbuh di Indonesia, negara dengan keluhuran dan kerukunan masyarakatnya, meski berada di tengah keberagaman suku, agama, ataupun ras yang ada. Makna persatuan dan kesatuan juga sudah melekat dalam benak, menjadi jawaban atas pertanyaan penyebab kokohnya Ibu Pertiwi, meski banyak perbedaan latar belakang yang dijumpai. 

Hal ini serupa seperti pernyataan KH Nasaruddin Umar, bahwasannya Indonesia sudah empat kali diramalkan akan terpecah belah. Namun uniknya, semua ramalan itu keliru. Karena hingga saat ini, kita masih kokoh dalam balutan persatuan dan kesatuan. Allah berikan kekuatan-Nya, yang inti dari kekuatan itu adalah kesatuan dan persatuan.

Kendatipun demikian, KH Nasaruddin Umar menyebut, bahwa persatuan dan tenggang rasa pada suatu negara tidak bisa muncul begitu saja. Hal ini perlu dipupuk dengan sikap toleransi, dan rasa saling menghargai. Oleh karenanya kita perlu bijaksana dalam berpikir dan bertindak.

Sebagaimana pahitnya sejarah mencatat penjajahan yang diemban masyarakat Indonesia lalu, juga diharapkan bisa menjadi pengingat, bahwa kemerdekaan negara serta setiap ideologi yang tertulis di Pancasila, perlu kita jaga keluhurannya.

Allah berfirman pada Qs. Al-Hujurat: 10, artinya sebagai berikut.

"Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat." (QS Al-Hujurat [49]: 10).

Berlandaskan pada firman tersebut, KH Nasaruddin Umar berpesan agar kita terus  menjaga persaudaraan antarsesama, apapun latar belakangnya. Adapun perihal keimanan dan ketakwaan, itu sudah bagian dari hak Allah untuk menilainya. Biarlah sebagai manusia, kita tunaikan tugas untuk saling mengasihi dan menghargai.

Sebagaimana yang disampaikan Rasulullah SAW saat menghadapi kekeliruan cara berpikir Usama ibn Zaid ibn Haritsah, yang membunuh seorang musuh dalam kondisi sudah bersyahadat.  Nabi menjawab, sebagaimana dikutip dalam kitab Al-Muwaththa’ karya Imam Malik: Nahnu nahkumu bi aldhawahir wa Allahu yatawalla al-sarair, yang artinya, kita hanya menghukum apa yang tampak, dan Allah menentukan apa yang tersembunyi di dalam hati.

Dari pembelajaran di atas, KH Nasaruddin Umar berpesan agar kita tetap bersikap baik terhadap orang lain, terlepas dari perbedaan yang ada. Karena kita hanya mengetahui yang nampak, dan hanya Allah yang Maha Mengetahui segala isi hati, bahkan segala hal yang tersembunyi.

Rajutlah ukhuwah dengan penuh kebaikan, terlebih bulan Ramadan yang merupakan bulan pemersatu, dan menjadi bulan paling istimewa daripada sebelas bulan lainnya. Karena ukhuwah juga bisa menghadirkan kekuatan. Keberkahan terletak pada kebersamaan, sinergi akan lahirkan energi, sebagaimana lampu yang menyala karena adanya keterkaitan. 

Selanjutnya, KH Nasaruddin Umar juga berpesan, untuk menjadikan Ramadan sebagai bengkel akhlak, agar kita bisa lebih teratur dalam membenahi pikiran, hati serta merapikan  diri.

Hal itu seperti yang disabdakan Rasulullah SAW, "Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni." (Hadits Riwayat Imam al Bukhari nomor. 38 dan Imam Muslim nomor 760).

Segenap kita, mari menjadi lambang negara kita, Indonesia. Bukan hanya tentang negara, tapi juga dengan persatuannya dari keberagamannya. Mari saling berjabat, meraih Indonesia yang cemerlang di masa depan.

 

Penulis: Nurul Fajriyah

Catatan: Tulisan ini juga diunggah pada laman Istiqlal.or.id

  • Share:

You Might Also Like

0 coment�rios