Di persimpangan jalan, kita pernah berbincang tentang ketenangan. (Nurul Fajriyah) |
Siang itu, langit tak pamerkan sinarnya seperti
hari-hari sebelumnya. Mendung siang itu menandakan akan hujan, inilah yang aku
dan kawanku tunggu, ada kesempatan saat ingin mencoba. Aku dan kawanku
berencana menjadi ojek payung. Kemudian masing-masing dari kami pulang untuk
membawa payung dan aku juga tak lupa untuk meminta izin pada Ibu. Ibu berpesan
untuk berhati-hati pada jalan raya saat hujan karena kendaraan banyak yang
melaju dengan cepat.
Aku ingat selalu pesan Ibu dan kemudian aku dan
kawanku berkumpul ditempat yang sudah kami sepakati.
Saat hujan sudah benar-benar datang, aku dan
kawanku berlari menuju stasiun Pasar Minggu. Kami membiarkan tubuh kami basah
diguyur hujan, berlari sambil bersenda gurau tentang siapa yang paling cepat
sampai dialah yang hebat, ucap kami saat itu. Dengan hati-hati saat menyusuri
jalan, aku ingat pesan Ibu untuk selalu menjaga diri.
Di depan stasiun Pasar Minggu kami menjadi ojek
payung, menawarkan payung pada setiap orang yang berada disana. “Bu payungnya
bu,” , “Ka, ojek payung ka” kata kami saat itu. Menggigil rasanya, “ini sangat
dingin”, kataku dalam hati. Namun mengingat janji yang sudah disepakati bersama
kawan, aku tetap bahagia.
Satu persatu temanku mengantar orang untuk
pergi sampai naik angkot, kemudian aku makin semangat dan yakin bahwa aku bisa
seperti mereka. Selang dua menit kemudian ada seorang wanita yang mau kuantar
untuk pergi menembus hujan. “Akhirnya aku dapati satu penumpang saat aku
menjadi ojek payung,” kataku dalam hati.
Saat selesai aku antar penumpangku sampai naik
angkot, Ibu itu memberikan aku upah, bahagianya diri ini karena bisa dapati
uang dari hasil jerih payahku sendiri. Sambil menggigil aku katakan terima
kasih dan berlari menghampiri kawanku. Kami memberi jasa ojek payung sampai
hujan mulai reda.Aku tersenyum saat berpapasan dengan kawanku, menandakan aku
bahagia dan aku juga bisa mendapatkan penumpang saat aku menjadi ojek payung.
Ditengah perjalanan, aku ditanya oleh penumpangku tentang mengapa aku mau
hujan-hujanan dan menjadi ojek payung, lalu aku menjawab bahwa aku mau bermain
hujan dan juga mau mendapatkan uang untuk jajan.
Kemudian, aku dan kawanku menenteng payung dan
berjalan menuju trotoar jalan di Pasar Minggu, kami duduk di trotoar jalan
dengan menjadikan sandal yang kami pakai sebagai alas kami duduk kemudian
payung untuk melindungi kami dari gerimis yang belum berhenti, duduk di trotoar
saat itu kami lakukan untuk berbincang, membahas keseruan saat kami menjadi
ojek payung kemudian bertukar cerita tentang penumpang yang kami temui, tentu
juga berapa uang yang berhasil kami dapatkan. Berbagi bahagia saat itu, ini
pengalaman sederhana yang aku dan kawanku lakukan saat menjadi anak-anak.
(Nurul Fajriyah)
0 coment�rios